Jadi apabila seorang pejabat sudah selesai melakukan tugas pokok jabatannya, namun dibarengi dengan amoral, maka itu tidak masuk apa yang dimaksud profesional. Apalagi sebuah tindakan yang merugikan kesejahteraan umum seperti tindak pidana korupsi. Lantas pertanyaannya Nadiem Makarim masuk ke aspek yang mana?
Secara subjektif, penulis ingin mengatakan bahwa sebenarnya Nadiem bisa dikatakan profesional, hanya saja ia tidak bisa berpikir teknokrat, selaras seperti yang dikatakan Mahfudz MD dalam salah satu podcast.
Mahfud mengatakan disaat menjabat menteri pendidikan, Nadiem tidak pernah ke kampus-kampus untuk mendiskusikan pendidikan sebagai bentuk pendidikan organik. Cara ia memimpin dianggap kurang menyentuh wilayah grassrsoot. Padahal pengetahuan terhadap realitas pendidikan di Indonesia tidak cukup melihat dari tingginya gedung pemerintah, perlu turun dan berdialog secara langsung.
Pada akhirnya, dugaan kasus korupsi Nadiem Makarim menjadi cerminan bagi semua orang, bahwa integritas dan moralitas adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dari profesionalisme itu sendiri.
Kita sebagai masyarakat dalam memandang kasus ini secara tajam, objektif dan bijak. Karena keadilan sejati hanya bisa tercapai apabila tidak ada intervensi politik, terutama bagi penegakan hukum. Ia harus berdasar pada nilai luruh idealisme pada diri penegak hukum.