Jakarta– Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berpendapat bahwa pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (Pemda) semestinya turut diperhitungkan dalam perhitungan tax ratio, atau rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Argumen ini diajukan dengan harapan dapat memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kinerja penerimaan pajak secara nasional.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menjelaskan bahwa selama ini angka tax ratio Indonesia cenderung terlihat rendah karena belum memasukkan kontribusi pajak dari daerah-daerah. Padahal, menurutnya, sejumlah komponen Pajak Pertambahan Nilai (PPN), seperti pajak hotel dan restoran, kini telah menjadi bagian dari objek pajak daerah. Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga sudah tidak lagi dikelola oleh pemerintah pusat sejak tahun 2010.
“Sebenarnya, untuk perbandingan antarnegara, idealnya seluruh jenis pajak itu dimasukkan dalam perhitungan, sesuai dengan definisi yang digunakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Jika seluruh jenis pajak dimasukkan, maka tax ratio Indonesia, menggunakan data tahun 2022, akan berada di kisaran 12,1 persen,” ujar Yon dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta pada Selasa (26/8).
Yon Arsal menilai bahwa perhitungan tax ratio di Indonesia saat ini masih terbatas pada arti yang sempit, sehingga perbandingannya dengan negara lain menjadi kurang tepat. Ia mencontohkan bahwa negara-negara maju umumnya menyertakan seluruh penerimaan pajak dalam perhitungan tax ratio mereka. Bahkan, negara-negara anggota OECD juga memasukkan iuran keamanan masyarakat (social security contribution) ke dalam perhitungan tersebut.