Dalam edaran disebutkan bahwa penggunaan sound system statis untuk kegiatan kenegaraan, pertunjukan seni, musik, dan budaya diperbolehkan dengan batas maksimal 120 desibel (dBA). Sementara untuk kegiatan nonstatis seperti karnaval dan unjuk rasa dibatasi hingga 85 dBA.
Pengeras suara juga wajib dihentikan saat melintasi tempat ibadah pada waktu pelaksanaan ibadah, prosesi pemakaman, rumah sakit, kegiatan belajar-mengajar, serta kegiatan budaya masyarakat.
Kendaraan pengangkut sound system diwajibkan lulus uji kelayakan (kir) dan dilarang menyalakan pengeras suara selama perjalanan menuju lokasi acara.
Surat edaran juga melarang penggunaan sound system dalam kegiatan yang melanggar norma agama dan hukum, seperti penyalahgunaan narkotika, konsumsi alkohol, pornografi, membawa senjata tajam, serta kegiatan yang dapat memicu konflik sosial.
Setiap penyelenggara acara yang menggunakan sound system wajib memiliki izin keramaian dari kepolisian serta menandatangani surat pernyataan tanggung jawab atas potensi kerugian jiwa maupun materi.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat berujung pada penghentian kegiatan, pencabutan izin usaha, hingga sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari rapat koordinasi yang dipimpin Gubernur Khofifah Indar Parawansa bersama Wakil Gubernur Emil Dardak, Karo Ops Polda Jatim Kombes Pol Jimmy Agustinus Anes, Sekretaris MUI Jatim, serta sejumlah kepala OPD di Gedung Negara Grahadi.