Opini  

Saat Negara Takut Pada Simbol One Piece, Sementara Bumi Menjerit

Mahrus Ali, Penggiat kebudayaan dan aktivis NU

Sesungguhnya, lingkungan bukan sekadar hiasan panorama, melainkan syarat pokok keberlangsungan kehidupan negara. Tanpa air bersih, tak mungkin tumbuh kesehatan. Tanpa tanah subur, pangan merana.

Tanpa hutan teduh, banjir dan longsor menjadi tamu yang semakin sering datang tanpa undangan. Konstitusi telah mewajibkan agar kekayaan alam dijalankan dengan prinsip kebersamaan, keadilan, dan keberlanjutan, agar kesejahteraan bukan hanya milik hari ini, tetapi juga milik anak cucu di masa depan.

Maka sudah saatnya negara kembali menundukkan kepala, mendengarkan suara lirih bumi, dan menegakkan amanat pasal 33 UUD 45 bukan sekadar jargon, tetapi sebagai laku nyata.

 

Melestarikan lingkungan adalah wujud cinta paling strategis bagi masa depan bangsa. Pemerintah harus berani memperketat izin usaha tambang, mengembalikan fungsi pengawasan sebagai pagar moral, serta memastikan bahwa setiap jengkal kekayaan alam yang dikelola, membawa manfaat adil bagi rakyat sekitar, bukan sekadar menumpuk laba korporasi raksasa.

Negara harus hadir bukan sebagai penonton, melainkan sebagai penjaga yang tegas namun berwelas asih. Sebab, pada akhirnya kemajuan sejati bukan hanya diukur dari gedung yang menjulang atau jalan tol yang memanjang, tetapi dari kemampuan bangsa menatap masa depan tanpa merusak warisan alamnya.

Pasal 33 UUD 45 adalah cahaya penuntun jalan. Bila negara ingin disebut maju, maka mulailah dengan merawat bumi sebagaimana orang tua merawat anak-anaknya, penuh kesabaran, kasih sayang, serta rasa tanggung jawab yang tak pernah putus.

Exit mobile version