LPNU NTB Desak Pemprov Lindungi UMKM dari Gempuran Ritel Modern

Herianto, Bendahara Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) NTB (Foto: Lalu Rosmawan)

“Akibatnya, penyerapan tenaga kerja lokal rendah, margin UMKM menyusut, dan daya beli melemah. Ini menekan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

Usulan Kebijakan “Rem dan Gas”

Untuk mengatasi masalah tersebut, LPNU NTB mendorong pemerintah daerah menerapkan kebijakan “Rem Ekspansi – Gas UMKM” yang berisi tujuh langkah strategis:

  1. Moratorium izin baru di zona jenuh, khususnya di sekitar pasar tradisional, sekolah, dan klaster UMKM.
  2. Penetapan zonasi dan jarak minimum antargerai modern, misalnya 800 meter hingga 1 kilometer dari pasar tradisional.
  3. Kewajiban kemitraan bagi minimarket untuk menyerap produk UMKM NTB dengan kuota etalase dan sistem pembayaran yang adil.
  4. Pengaturan jam operasional agar pasar tradisional tetap memiliki keunggulan waktu transaksi, terutama untuk kebutuhan segar pada subuh hingga pagi.
  5. Insentif bagi UMKM, termasuk pembiayaan murah, program digitalisasi pasar, dan target belanja pemerintah untuk produk lokal.
  6. Pembentukan task force pengawasan perizinan lintas dinas untuk audit izin, kepatuhan zonasi, dan tingkat kandungan lokal (TKDN).
  7. Kewajiban studi dampak sosial-ekonomi bagi setiap pengajuan gerai baru, mencakup proyeksi serapan tenaga kerja lokal dan potensi dampak pada UMKM.

Agenda 90 Hari dan Pengukuran Kinerja

Herianto mendorong Pemprov NTB menggelar rapat kerja terbuka dengan pemerintah kabupaten/kota, asosiasi ritel, dan perwakilan pedagang. Targetnya, dalam 90 hari ke depan peta zona jenuh dapat diterbitkan, rancangan regulasi zonasi dan kemitraan masuk tahap konsultasi publik, serta uji coba etalase UMKM dilakukan di 100 gerai pertama.

Exit mobile version