Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 Diketuk, PERLUDEM: Transformasi Tata Kelola Pemilu

jatiminfo.id
Tangkapan layar saat webinar berlangsung

Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) menilai bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 135/PUU-XXII/2024 merupakan Transformasi Tata Kelola Pemilu.

Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti PERLUDEM, Annisa Alfath dalam kegiatan WEBINAR Nasional yang bertajuk ““Arah Baru Demokrasi: Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi” diselenggarakan oleh Forum Strategis Pembangunan Sosial (FORES), Jakarta, Selasa (29/07/2025).

Annisa mengungkapkan, bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2024 mengenai pemisahan antara Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal merupakan bagian dari langkah advokasi yang diinisiasi oleh PERLUDEM, sebagai upaya untuk mendorong transformasi tata kelola Pemilu di Indonesia.

”Kami mendorong transformasi tata kelola Pemilu di Indonesia, upaya serupa sebenarnya pernah diajukan pada tahun 2019, namun kala itu MK hanya memberikan beberapa opsi alternatif, bukan keputusan yang mengikat”, ujar Annisa.

READ -  Bimtek Desa Inklusif: Kunci Penguatan Ketahanan Pangan dan Ekonomi Nasional

Menurutnya, Putusan MK 135/PUU-XXII/2024 menetapkan bahwa Pemilihan Presiden, DPR, dan DPD akan dipisahkan dari Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Wali Kota) dengan jeda waktu paling cepat dua tahun dan paling lama dua setengah tahun.

“Hal ini dimaksudkan sebagai masa transisi menuju Pemilu yang lebih efisien dan terstruktur,” tutur Annisa.

Sementara itu, Komite Independen Pemantau Pemilu Indonesia, Brahma Aryana menilai bahwa adanya ambiguitas norma yang membuka ruang interpretasi sangat luas bagi Mahkamah Konstitusi, terutama terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal.

”Pada tahap ini kekhawatiran muncul, bahwa MK telah melangkah terlalu jauh dalam membentuk norma baru yang seharusnya menjadi ranah pembentuk undang-undang” kata Brahma.

READ -  Petani Gurem Capai 60%, Gerbang Tani Desak Komitmen Presiden Jalankan Reforma Agraria

Ia mengungkapkan, meskipun didasarkan pada dalih konstitusional tetapi langkah tersebut bisa dipahami sebagai bentuk intervensi terhadap desain institusional yang merupakan kewenangan cabang kekuasaan legislatif—sebuah cabang yang memperoleh legitimasi melalui proses demokrasi.

”Perlu dilakukan upaya serius untuk meng-sosialisasikan makna, tujuan, dan batas dari putusan ini”, kata dia.