Opini  

Kendaraan Listrik: Hijau di Jalan, Merah di Hutan

jatiminfo.id
Moh. Ridlwan, Bidang Kebudayaan dan Kesenian DPW Madas Nusantara DKI Jakarta

Solusi sejati bukan sekadar mengubah kendaraan pribadi menjadi listrik, tetapi mengubah paradigma mobilitas itu sendiri. Kota yang berkelanjutan adalah kota yang berpihak pada transportasi umum, pejalan kaki, dan pesepeda. Bukan kota yang terus dibanjiri kendaraan, meskipun tenaganya berganti listrik.

Tetapi jalan ini tidak menguntungkan korporasi. Transportasi publik yang masif tidak menjual mobil. Jalur sepeda yang aman tidak mengerek angka konsumsi. Oleh karena itu, narasi besar tentang kendaraan listrik sebagai penyelamat iklim begitu digemakan—karena ia tetap mempertahankan model konsumsi lama, hanya dengan bungkus yang lebih “hijau”.

Masyarakat harus lebih kritis terhadap greenwashing—praktik menutupi kerusakan dengan pencitraan hijau. Kendaraan listrik bukan musuh, tapi juga bukan penyelamat mutlak. Ia hanya bisa menjadi bagian dari solusi jika diproduksi dan dikonsumsi secara adil, ekologis, dan etis. Tanpa itu, kita hanya mengganti topeng kerusakan dengan topeng baru.

READ -  Prabowo di PBB: Indonesia Kembali Lantang Membela Palestina

Saatnya bertanya dengan lebih jujur: siapa yang benar-benar diuntungkan dari transisi ini? Siapa yang dibungkam? Siapa yang dikorbankan? Jika kita tak mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini, maka “revolusi hijau” hanya akan menjadi kelanjutan dari luka lama—berulang dengan warna yang berbeda, tetapi rasa sakit yang sama.