“Semua orang harus sekolah dan membangun jejaring. Dari situlah perubahan bisa terjadi perlahan,” katanya.
Setelah lulus, ia tidak langsung terjun ke dunia politik. Karier profesionalnya dimulai dari bawah. Eric bekerja selama lima tahun di perusahaan fotokopi PT Astra Graphia Tbk., lalu meniti jalan menjadi Kepala Cabang di sebuah perusahaan internet di Bali. Di sana, ia bertanggung jawab atas infrastruktur jaringan.
Meski hidupnya semakin mapan, satu hal tak pernah hilang adalah hasrat untuk kembali, membangun, dan mengabdi. Ia percaya bahwa setiap anak desa berhak atas pendidikan dan akses teknologi yang layak. Maka ketika kesempatan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif muncul, ia tidak ragu.
“Saya tahu risikonya. Tapi kalau tidak ada yang berani berkorban waktu dan tenaga, siapa lagi yang akan memperjuangkan mereka yang tertinggal,” ujarnya.
Kini di Senayan, Eric menjadi satu dari sekian wakil rakyat yang memahami benar makna keterbatasan. Ia membawa suara-suara dari desa, dari sekolah-sekolah, dari anak-anak yang bermimpi besar tapi terhalang akses.
Wisuda Sarjana Ilmu Hukum di Unitomo menjadi tonggak penting. Bukan akhir, tapi awal babak baru. Gelar ini melengkapi kiprahnya sebagai legislator, memperkuat pijakannya dalam memperjuangkan kebijakan berbasis keadilan dan keberpihakan pada rakyat kecil.
“Kampus besar seperti Unitomo punya tanggung jawab besar—mempertahankan mutu dan mencetak inovasi. Dari sinilah muncul pemimpin yang tidak lupa asal-usul dan terus mawas diri,” ucapnya.